Sabtu, 15 Februari 2014

Mengintip pesantren Darul Mua’arif Al-Aziziyah Padang Sakti.

            Pagi diawal pekan, aku tertatih meraih gayung kamar mandi. Masih ada segelintir orang yang terlihat mengantri. Meski mata belum terbuka sempurna, kupaksakan diguyur air es dalam bak mandi. Brrrr... Kekuatan itu kudapatkan kembali. Segera kugelar sajadah coklat lengkap dengan mukenah berrajutan benang berwarna senada. Allahu akbar...
            Semakin dekat angka jarum jam dengan angka lima, semakin banyak sajadah yang tergelar disamping kanan kiriku. perintah dan aba-aba dari kabag ibadah bersorakkan, mayoritas penghuni pesantren mendirikan shalat sunat sebelum shalat shubuh. Setelahnya, beraneka ragam aktifitas yang dilakukan sambil menunggu adzan subuh digemakan. Ada yang membaca  Al-qur’an dan ada juga yang menunggu azan shubuh sambil terkantuk-kantuk.

Begitu suara adzan subuh menghiasi bumi padang Sakti , mushola sederhana milik pesantren Darul Mu’arif Al-Aziziyah dipenuhi para jama’ah yang kesemuanya adalah penimba ilmu di kampus bukit indah UNIMAL Lhokseumawe. Membaca sholawat sembari menanti kedatangan Aba Aminan Hasan selaku pengasuh yang istiqomah menjadi imam tiap-tiap shalat lima wktu. Derap langkah yang khas membuat salah satu diantara santriwan berdiri untuk membaca iqamah.
            Setelah dzikir yang tak terlalu lama, meja kecil ditarik oleh aba pengasuh. Ini pertanda kajian kitab kuning siap dimulai. Semua santri mengambil porsi duduk masing-masing. Kitab bercover warna biru, bertuliskan Mantiq terjemah kitab Sullamul Munauraq fii Ilmil Manthiqi karya Syekh Abdurrahman al-Akhdari, aku buka secara perlahan. Kurang lebih kami mengaji selama 1 jam. Tak heran jika banyak mata yang tertutup ketika kajian kitab dimulai. Sebelum memulaikan pengajian aba menyuruhkan salah satu dari orang kami untuk mengulang baca yang sudah minggu lalu, Setelah itu aba menjelaskan menjelaskan satu point dari sebuah bab, beliau mempersilahkan kami untuk bertanya.
            Tepat pukul 07.20 aba menyudahi kajian, terlihat beberapa santri menggeliat santai dan membaca sholawat sebagai penutup. pintu musholla yang terletak ditenggah pesantren  ini terbuka. Puluhan santri wan santriwati berhamburan keluar. Mencapai obsesinya untuk mandi, antrian panjang pun tak terhindarkan. Karena hanya ada 2 kamar mandi untuk santriwan dan santriwati berpenghunikan sekitar 100 santri itu.
            Semua santri dibebaskan dari segala aktifitas siang, karena kegiatan mengaji akan kembali dimulai pada pukul 17.30. Mulai dari pukul 08.15 sampai 17.00 para santri disibukkan dengan kagiatan kampus yang tepat berada di luar pesantren. Bagi mahasiswia yang tidak memiliki jadwal kuliah, kebanyakan mereka menghabiskan waktu di depan laptop, mengulang kitab dan  dan membaca buku.
            Begitu adzan Maghrib menyapa, para santriwan dan santriwati berbondong-bondong menuju mushala. Seperti biasanya, kami menanti kedatangan aba  untuk menjadi imam. Tiga rakaat sudah ditunaikan kemudian dilanjutkan shalat sunat atau bisa juga mengkadha sembahyang,  setelah itu semua jama’ah mendengarkan tausiah dari aba sampai sebelum azan Insya. Setelah menunaikan shalat Insya, para santri pulang ke kamar masing-masing  mengambil kitabnya untuk bersiap-siap menimba ilmu.  Kegiatan rutin yang dilaksanakan selama 6 kali/minggu ini.
            Derap langkah jarum dalam jam menunjuk pada angka 20.30, ini artinya setiap santri harus berada dalam kelas masing-masing.  Sedangkan aku kelas 4. Entahlah, padahal aku tak terlalu bisa, tapi aku begitu mencintai ilmu ini. Lima menit berselang, seorang ustad memasuki kelas. Dia adalah ustad Jamali, wali kelas kami,  beliau terkenal dengan killer yang sangat ditakuti para santri-santri. Sebenarnya beliau  orangnya baik kalau kita mengikuti peraturan didayah,  tapi aku suka dengan sikapnya yang begitu tegas.  Tak hanya teori, beliau juga memberikan begitu banyak motivasi dan beraneka ragam ilmu. Aku bertekad, untuk menjadi wanita secerdas beliau.
            Meski mata mengantuk, tetap dipaksakan terbuka sampai pukul 22. 00. Namun, kasur tak bisa langsung dihampiri. Karena ada satu kitab lagi yang harus di ikuti bersama aba. Tak terlalu lama, hanya satu jam.
            Kegiatan sudah habis aku lahap, sekarang mengerjakan pekerjaan yang tertunda. Cahaya terang laptop memudarkan kantukku. Alhasil, jari-jariku asyik menari kesana kemari. Berlompatan diatas tuts-tuts keyboard yang terdiam.
            Seperti itulah aktifitas keseharianku. Namun, ada yang berbeda untuk tiga malam selanjutnya.. Sedangkan untuk malam kamis, kami harus mengikuti kegiatan tartil yang disatukan menjadi satu kelas yaitu kelas 4, kelas 3 dan kelas 2. Setiap malam jum’at kami berkumpul di atas balai sedangkan bagi santriwan mereka di musala untuk mengikuti acara muhadharah selesai jam 22.00 setelah itu tidak dilanjutkan pengajian, benar-benar  free. Aku lihat teman-teman asyik mengobrol.  Aku tetap saja menatap layar laptop, kadang menulis, internetan, lihat film, dan lainnya.

            Di hari minggu pagi, kami bergotong royong membersihkan pesantren sesuai piket yang tertera. Dan SELESAI. Aktifitas diulangi lagi dari awal. Begitulah seterusnya.

Tidak ada komentar: